Thursday, November 8, 2018

REZEKI, DICARI ATAU DIJEMPUT?

Rezeki, dicari atau dijemput?
oleh. Vanny Martianova Y.




Salah satu hal yang sering terlupakan dalam pengasuhan anak atau istilah hits nya sekarang ini ilmu parenting adalah kecerdasan finansial anak. Bahkan, saya sendiri juga merasa bahwa saya tidak diajarkan mengenai kecerdasan finansial anak. Entahlah, atau mungkin orang tua saya mengajarkan pendidikan tentang keuangan ini tanpa saya sadari ya alias learning by doing, teaching by practising.
Mengapa kita perlu mengajarkan tentang kecerdasan finansial?
Well, to tell the truth that, Pendidikan di negeri kita hanya mengajarkan anak-anak untuk pandai mencari nafkah, namun pendidikan mengelola uang yang mereka dapatkan itu minim, bahkan hampir tidak ada. That's why pendidikan finansial ini kita, mommies, yang wajib mengajarkan ke anak-anak kita sejak dini. Sepakat ya Moms... :)

Well... apa sih yang dimaksud dengan kecerdasan finansial itu? Kecerdasan finansial menurut materi dalam game level 8 kelas bunda sayang Institut Ibu Profesional dinyatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mendapatkan dan mengelola keuangan. Lebih lanjut lagi, bila disesuaikan dengan konsep di Institut Ibu Profesional dijelaskan bahwa uang adalah bagian kecil dari rejeki, sehingga dengan belajar mengelola uang artinya kita belajar bertanggungjawab terhadap bagian rejeki yang kita dapatkan di dalam kehidupan ini.Artinya, uang hanya salah satu dari rezeki. So, ketika kita menjelaskan makna rezeki ke anak atau ke orang lain, tidak semata bahwa rezeki itu uang. Namun, kesehatan, keselamatan, waktu luang, bisa berkumpul dengan keluarga, bisa datang ke kantor, sekolah dengan lancar dan nyaman, air PAM lancar, listrik menyala dengan lancar, dan lain sebagainya juga merupakan rezeki.

Menurut Nurhayati (2017), kalau kita ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik maka kita harus bisa mengelola keuangan secara cerdas. Tanpa pengelolaan keuangan yang cerdas, kita akan sulit mencapainya secara maksimal. Persis seperti kata pepatah A goal without a plan is just a wish. Atau pepatah lain menyatakan bahwaIf you fail to plan, you plan to fail. Maka dari itu, kecerdasan keuangan merupakan salah satu bekal bagi anak-anak kita dalam mengarungi kehidupan kelak agar kehidupan mereka sejahtera.

Lalu apa saja yang dipelajari dalam materi kecerdasan finansial ini? anak-anak sebaiknya sejak dini diajari mengenai antara lain:
- Konsep Rezeki
- Membedakan kebutuhan dan keinginan
- Merencanakan keuangan dalam bentuk mini budgeting
- Manfaat menabung
- Mengelola keuangan, dll.


Pembelajaran tentang kecerdasan finansial ini tentunya tidak bisa serta merta diajarkan seperti di kelas ya Moms,hehehe...bisa tidak selesai 4 sks dong nih. Jadi bagaimana dong, ajarkan mengenai hal - berkaitan dengan kecerdasan finansial ini bertahap sesuai dengan usia dan daya nalar anak - anak kita.Sebagai misal seperti yang dijadikan kurikulum dalam kelas Bunda Sayang Ibu Profesional:
- Anak usia dini (<7th)Buatlah proyek pengenalan menabung, proses menabung dan membelanjakan tabungan. Perkuat bahwa semua rejeki berasal dari Allah SWT. - Usia pra baligh (7-14 th)Jika anak mulai mengerti uang/memasuki usia SD ajarkan anak untuk mulai memilah antara keinginan dan kebutuhan. Buatlah tabel keuangan sederhana dan dampingi anak-anak ketika melakukan pencatatan. Moms juga bisa membuat proyek sederhana untuk memperkuat konsep kepemilikan dan pengelolaan uang bagi anak- anak. - Usia baligh (>14 th)Jika anak sudah mulai baligh atau sudah mulai mempunyai mimpi, ajak anak menuliskan vision board dan mewujudkan mimpinya dengan membuat financial planning.

Dampingi dan beri semangat dalam menjalankan strategi dalam mendapatkan dan mengelola keuangan. Moms juga dapat menyertakan anak-anak dalam pengelolaan keuangan keluarga sebagai bagian pembelajaran bersama.Tidak beratkan? hehe... kalau dijalankan dengan sepenuh hati, seperti air mengalir menyusuri alur sungai, insya Allah akan bermuara ke samudera.

Memangnya kenapa dengan kecerdasan finansial? Apa sih manfaat bagi anak-anak kita kalau kita mengajarkan dan membimbing mereka meraih kecerdasan finansial? Buanyakkk moms, antara lain nih (kurikulum Bunda sayang ibu profesional):
a.Anak paham konsep harta, bagaimana memperolehnya dan memanfaatkannya sesuai dengan kewajiban agama atas harta tersebut
b. Anak bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan sendiri.
c. Anak terbiasa merencanakan (membuat budget) berdasarkan skala prioritas.
d. Anak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
e. Anak memiliki rasa percaya diri dengan pilihan "gaya hidup"sesuai dengan fitrahnya, tidak terpengaruh dengan gaya hidup orang lain.
f. Anak paham dan punya pilihan hidup untuk menjadi employee, self employee, bussiness owner atau investor.


Wooow, ternyata penting banget y Moms, dan tentunya sangat bermanfaat sekali pengetahuan tentang kecerdasan finansial ini. Lalu, bagaimana sih mengawalinya? Yang pertama, karena kecerdasan finansial ini terdiri atas kata kecerdasan yg artinya berpengetahuan alias melek dan finansial yg bermakna keuangan, maka di sini kita berusaha menjelaskan dulu ke anak-anak mengenai konsep rezeki, khususnya dalam hal kecerdasan finansial ini yaitu uang. Jadi, apa sih rezeki itu?
Menurut paparan dalam kelas Bunda Sayang Ibu Profesional, bahwa anak-anak harus dikenalkan bahwa rejeki itu datang dari Sang Maha Pemberi Rejeki, sangat luas dan banyak, uang/gaji orangtua itu hanya sebagian kecil dari rejeki. Sebagai contoh kecil nih ya Moms, ketika anak-anak memikirkan ingin membeli mainan atau apapun, ajarkan dulu ke mereka bahwa yuk, minta sama Allah. Karena yang Maha Memberi Rezeki adalah Allah. Allah Maha Kaya, Allah Maha Meluaskan rezekinya. Kuncinya apa? Ikhtiar dan tawakkal. Mau berusaha.

Apakah rezeki itu berkaitan dengan pendidikan. Semisal lulusan S3 rezekinya lebih banyak dari lulusan S1? Absolutely tidak. Bila rezeki dikaitkan dengan kepandaian atau tingginya level pendidikan, maka seharusnya binatang seperti keledai tidak bisa hidup. Kenapa? Karena katanya dia binatang yang bodoh. Namun kenyataannya keledai tetap memperoleh rezeki, bisa hidup dan berkembang biak. Burung setiap pagi terbang, tanpa mengerti akan kemana, toh akhirnya dia pulang membawa makanan untuk anak-anaknya. Berbeda dengan manusia yang setiap pagi berangkat ke tempat bekerja atau kantor atau tempat jualan. Burung yang tidak punya kantor pun bisa menghasilkan makanan apalagi manusia yang jelas arah tujuan kerjanya. Seseorang lulusan SD bahkan tidak sekolahpun, asal ia mau berusaha,berikhtiar,insya Allah pasti ada rezekinya. Allah tidak akan pernah mendzolimi hamba-hambaNya. Semua makhluk hidup yang ada di bumi ini sudah Allah beri jatah rezekinya masing-masing. Kuncinya apa? Ikhtiar. Mau berusaha. Mau bekerja.

Jadi, rezeki itu dicari atau dijemput? Hehehe... Jelas dijemput, rezeki kita sudah jelas. Ada. Allah yang jamin. Namun, Allah tidak serta merta mengantar ke kita. Kita perlu menjalankan peran kita agar rezeki itu sampai ke tangan kita, yaitu dengan berusaha. Dengan menjemputnya. Bisa jadi rezeki kita di kantor, di pasar, bahkan di rumah. Loh loh loh... kalau di rumah berarti rezeki kita diantar dong tidak dijemput. Hahaha... bukan masalah uangnya yang diantar atau ditransfer. Tapiiii.. kalau kita dirumah cuma selonjoran, tiduran dan hanya berdoa doang kemungkinan besar ya rezeki tidak akan sampai. Jadi... kita perlu do something, misal. kaya saya nih, mengerjakan pekerjaan menerjemahkan, saya memang tidak keluar rumah, namun saya berikhtiar dengan mengetik, lalu mengirim hasil terjemahan via email, lalu uang ditransfer.

See?... Allah sudah menjamin rezeki, betul. Ada rezeki Allah yang Allah berikan via jalan terjemahan atau mungkin honor edit maupun menulis. Allah sudah beritahu, ini ada rezeki dari jalan ini. Mau atau tidak? kalau mau ayo bergerak, ayo jemput rezeki ini.

Naah... sekarang paham ya konsep rezeki. Oleh karena itu, selalu tanamkan ke anak-anak bahwa rezeki itu Allah yang bagi. Allah yang berkuasa memberi. So, never worry about your kids Moms. Seandainya mereka menjatuhkan pilihan cita-cita misal ingin jadi seniman atau ingin jadi apa begitu. Moms jangan galau, lalu bilang jasi dokter saja deeeee... gajinya gedeee loh. Hush Moms... Do not ever... ever... ever say that to your kids. Let them do what they want. Let them learn what they want to learn. Let them be a master in their passion. Biarkan anak-anak sesuai bakat dan passionnya. Tugas kita mengarahkan, membimbing, mengawasi dan sesekali sebagai penjaga garis bila mereka sudah mulai melenceng dari track nya. Never worry about uang, about rezeki. Karena sekali kita meragukan nanti anak saya bagaimana ke depanny, artinya kita meragukan Rahmat Allah. Yess Mom, namun satu hal yang perlu ditekankan ke anak-anak bahwa jemputlah rezeki yang halal, halal caranya, halal zatnya. Agar rezeki itu berkah. Apa sih berkah itu? Bertambahnya kebaikan. very well said ya Moms. So... are you ready to be financial coach for your kids Moms? Kita lanjutkan materi tentang kecerdasan finansial selanjutnya insya Allah di postingan berikutnya ya. 😍❤

Referensi :
- Eko P Pratomo, Cerdas Finansial, artikel Kontan, 2015
- Rokhmah Nurhayati S. 2017. Cerdas Finansial sebagai landasan masa depan yang lebih baik. Kompasiana.
- Septi Peni Wulandani, Mendidik Anak Cerdas Finansial, bunda sayang, 2015


credit image : (maafkeun belum tau cara tambahkan credit image )
- image credit: https://www.google.co.id/search?q=kecerdasan+finansial&safe=strict&client=ms-android-xiaomi&prmd=niv&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj9vIK9taneAhVbfisKHelwD5UQ_AUIFCgC&biw=360&bih=564#imgrc=N4JnQ4tyP-PlUM
- https://kecerdasaanfinansial.wordpress.com/2018/05/14/kecerdasan-finansial-dasar/amp/
- hijrah institute

Thursday, November 1, 2018

The Unforgettable Masa Kecil



Salah satu masa yang aku sesali dan ingin kembali ke masa itu adalah masa kecil. Masa – masa dimana kita belum memikirkan segala kerumitan dan peliknya kehidupan. Menikmati segala yang ada di sekeliling dengan keriangan tanpa gundah yang membuncah. Menyusuri waktu berlalu sembari bercengkerama dengan ibu bapak. Yups...masa – masa yang terkadang membuatku menangis sendiri dan merindukannya. Merindukan pelukan dan kasih sayang Bapak. Merindukan kasih sayang Ibu. Merindukan keharmonisan keluarga. Merasa menjadi bagian keluarga yang utuh. But...that’s the past. It’s already past. It never comes back. I have to move on. Insya Allah Bapak sudah tenang kembali di sisiNya. Ibu juga insya Allah sudah mendapatkan pengganti Bapak yang jauh lebih shalih dan bisa menjadi imam dunia akhirat. Insya Allah. Semoga Allah memberkahi semua orang tuaku. Yesss..karena saya tidak hanya punya satu ayah, namun dua ayah dan satu ibu. 1 ayah biologis, 1 ayah spiritual dan Ibu yang ter”amazing” di dunia ini. Sehat selalu ya ibukuuuuu... :)


Back to the past...well...talking about the past... masa kecil...pastinya tidak jauh dari bermain ya...iya lah. Tidak seperti anak – anak jaman sekarang yang duduk manis dan kemudian sibuk dengan layar gadgetnya masing – masing. Bersebelahan, bersama – sama namun tanpa kata terucap. Semua memiliki dunianya sendiri. Nope, it’s just a nightmare. Masa kecilku benar – benar fabulous dan unforgettable dengan mengesampingkan kenangan – kenangan kehilangan orang – orang yang kucintai semasa kecilku. Weyoo? (korean detected ...wkwkwkwk... eh ini dari wkwkwkw land ya...iya...terus kenapa??? Hahaha) why? Karena aku menghabiskan masa kecil di desa dan hampir tak tersentuh oleh perkembangan teknologi yang berarti. Ndeso dong? Iyaaa lah...ahhahahaha...tapi justru itu, banyak pengalaman yang tidak akan terlupakan. It’s just too sweet to be forgotten. Karena aku berasal dari desa, saking desanya listrik masuk desaku saja tahun 1998, bayangkan...wkwkwkwk...sehingga setiap sore, setiap malam bulan purnama, desaku ruameeeeee anak – anak bermain. Hanya ada 1 – 2 orang di desa yang memiliki TV. Itupun menggunakan Accu alias aki. Kita menonton rame – rame, urunan berapa rupiah, misal 25 atau 50 rupiah ke yang punya TV untuk menyetrum akinya. Haaah...25 atau 50 rupiah??? Tua detected deh...wkwkwkkw... biarin tua tapi kan jiwa dan fisik masih 17 lah ya. Hmmm...hmmm...hmmm...(baca ala Nisa Sabyan), iyaa deh, iyaaa...17++++.


Kita bermain masih begitu tradisional dan main fisik. Apa itu main fisik? Berkelahi? Enggak lah, tapi kita benar – benar bergerak secara fisik. Makanya saya sehat, alhamdulillah masya Allah. Kita bermain sunda manda (kaya engklek), doglem (petak umpet), bentengan, gobak sodor, main karet, main tabur gambar, main kelereng, rumah – rumahan pake tanah, bikin gubuk – gubuk pake selendangnya ibu sampai dimarahin akrena sobek (duh maafkan aku ibuuu), ke sungai besar bermain hanyut – hanyutan (serem yaaa...), nyari batu di sungai untuk dijadikan kerikil yang dijual (crazy poor banget nih), menanam kangkung dan selada air di sungai hingga main pengantin – pengantinan. Ingat banget dulu didandanin pake spidol nih muka. Bayangin eyeliner, lipstik semua pakai spidol. Ngebasuhnya itu loh. Perihhhh jendraaaal...

Setiap kali mengingat masa – masa itu, masya Allah, I feel soooo extra ordinary happy. Dan, kenangan itu membuatku miris dengan kondisi saat ini dimana anak – anak sudah tidak mengalami hal tersebut. Yes, I know, anak – anak milik zamannya. Mereka m=berada di zaman hi-tech. Ini pula yang menyebabkan mereka jarang beraktivitas fisik karena main mereka sebatas main game di gadget. Dunia literasi, membaca, bercerita dengan kawan pun turun drastis karena mereka lebih asyik menonton TV atau you tube di gadget.
Tidak salah sepenuhnya sih mengenalkan mereka gadget, namun kenapa tidak mengenalkan mereka permainan yang melibatkan kita sebagai orang tua untuk melatih fisik mereka, kesehatan mereka sekaligus mempererat kebersamaan dalam keluarga. Bahasa kerennya biar family bondingnya itu kuat gitu loh. Jadi, ya dimulai dari sekarang, dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal yang kecil. Mari alihkan anak – anak ke dunia yang lebih dinamik, tidak hanya sekedar mantengin layar kotak kecil yang sejatinya sejenis racun yang menghancurkan generasi kita.
Sepakat maaak???

MASA LALU BIARLAH BERLALU, JADIKAN IA KENANGAN DAN GURU KEHIDUPAN YANG MENGAJARKAN KITA UNTUK BERSYUKUR DENGAN APAPUN YANG ALLAH SWT ANUGERAHKAN

#wanita&Pena
#Day01
#RumbelLiterasiMedia