Tempat Berbagi Inspirasi, Aspirasi, ide dan kesegaran dalam kehidupan untuk menggapai Kesuksesan Dunia Akhirat
Wednesday, January 31, 2018
FAMILY PROJECT: Sarana efektif untuk meningkatkan kecerdasan si buah hati
Allah tidak akan mengubah keadaan saya, anak dan keluarga kalau saya tidak berubah. Berubah menjadi lebih baik, dan saya percaya bahwa segalanya akan menjadi lebih baik, biidznillaah. Belajar di Bunda Sayang asuhan Bunda Septi Peni Wulandani membuat saya tak sadar namun akhirnya merasakan bahwa menjadi orang tua bukan sekedar mengandung, melahirkan, membesarkan, memberi makan, menyekolahkan dan akhirnya mereka menikah. Selesai. NO. No, at all. Menjadi orang tua berarti mendapatkan amanah besar dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah (tanggung jawab) tersebut. Menjadi orang tua menuntut kita mengajarkan tauhid, adab, aqidah, dan ilmu lain agar anak kembali ke Sang Pemiliknya dengan fitrahnya sebagai abdi Allah yang pantas kembali ke surgaNya.
Program Bunda Sayang Institut Ibu Profesional terdiri dari beberapa level game. Di level ketiga ini, saya belajar mengenai kecerdasan anak. Kecerdasan anak tidak hanya sekedar diperoleh dengan dikirim ke sekolah, dan that’s it, selesai tugas kita. Tidak, wahai Bunda. Tugas kita sebagai orang tua tidak sesederhana itu. Tugas meningkatkan kecerdasan anak membutuhkan keterlibatan seluruh anggota keluarga, membutuhkan kerjasama dan kebersamaan serta kekompakan. Di sini tentu saja sangat penting untuk membangun komunikasi yang sehat antar anggota keluarga. Itulah sebabnya, saat kita menargetkan sesuatu untuk suatu kecerdasan atau keahlian anak, lebih baik bila kita melakukan sebuah family project. Family project dapat menghasilkan efek yang sangat signifikan dalam meningkatkan keterampilan dan kecerdasan anak, dibanding billa kita hanya melakukan konsep “tell and order”. Mengapa kita tidak melakukan konsep “Let’s do it”. Kenapa? Let’s do it akan menghasilkan pembelajaran sesuatu dan anak secara sadar mempelajarinya. Bukan melakukan sesuatu hanya karena tugas atau keterpaksaan. Konsep Fun Learning, learning by doing, active learning, bukan hanya sekedar lecturing akan memberikan pemahaman dan pengalaman belajar yang tidak hanya mengasyikkan namun juga berkesan di hati anak.
Mengapa family project bisa meningkatkan kecerdasan? Karena kegiatan yang terkelola dan terkonsep dengan baik akan menghasilkan proyek yang bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan sukses dibanding tanpa disusun menjadi proyek.
Mengajarkan segala hal yang menjadi preferensi anak menjadi konsep family target saya. Apa saja sih family project yang saya lakukan bersama anak saya? Ini dia:
Waah, kok banyak ya. Karena ini family project harian. Kesibukan anak yang sekolah dari pagi full sampai sore bahkan malam karena lanjut taekwondo membuat family project yang dilakukan yang bisa dilakukan dalam waktu singkat namun ilmu yang diperoleh banyak dan berkesan lama. Family project bisa meningkatkan kecerdasan meski hanya satu kegiatan yang dilakukan. Kecerdasan apa sih yang diperoleh? Baik, mari kita bahas satu persatu.
1. KULINER : KECERDASAN EMOSIONAL, INDERA PERASA, KECERDASAN INTELEKTUAL
Untuk kegiatan kuliner, target jangka panjang adalah anak bisa menjadi chef terbaik bagi anak dan suaminya kelak. Selain itu, taste dan kreatifitas anak saya di bidang kuliner yang melampaui kemampuan saya sebagai ibunya membuat saya yakin bahwa keahlian anak bisa menjadi sumber kemandirian finansial dia kelak. Membuka bisnis kafe bermenu kreasi minuman dan steak kesukaannya. Kecerdasan emosional dalam memasak bisa diperoleh dari kesabaran dalam proses hingga jadi, kecerdasan indera perasa, kecerdasan intelektual dalam meracik bumbu dan komposisi yang memerlukan pemikiran perbandingan jumlah takaran dan seterusnya. Kenapa saya katakan ini bisa meningkatkan kecerdasan? Karena saya hanya share cara dan resep, dan anak yang mengeksekusi. Sehingga apa yang dia pelajari benar – benar membekas di memori otaknya dengan baik.
Proyek apa saja yang kami lakukan? Kami membuat cha jamur dan mendoan tahu tempe di hari pertama, membuat makaroni schotel dan membuat steak ayam tepung. Untuk cha jamur dan mendoan sepertinya kurang sukses karena anak tidak terlalu excited untuk membuatnya lagi sendiri. Kalau menghabiskan mau katanya. Wkwkwkwk. Proyek makaroni schotel dan steak berhasil dengan gemilang, terbukti dari pengulangan kegiatan meski saya tidak menyuruh. Singkat cerita saya sibuk membuat nilai, eh ternyata lauk di rumah kurang cocok. Apa yang dia lakukan? Membuat saus steak sendiri, menggoreng nugget sendiri. Kemudian sausnya disiramkan di atas nugget gorengnya. Taraaaa, jadilah steak nugget. Dan semua dilakukan sendiri tanpa saya membantunya secuilpun. Sukses, alhamdulillah. Bagaimana dengan makaroni schotel? Hampir tiap hari dia minta bikin. Saya bilang bikin saja sendiri, ada makaroni ada keju telur dan corned beef. Namun karena dia masih takut dalam kegiatan mengoven makanya agak berkurang minatnya. Hehe.
Dari kegiatan family project di bidang kuliner inilah, tampak kecerdasan emosional anak terpupuk dengan baik. Hal ini tampak dari kecerdasan emosinya yang ditandai dengan antara lain: munculnya kesadaran diri penuh anak-anak, makin mengenal emosi, emosi anak tampak terkelola dengan baik saat harus sabar dalam mengkreasi makanan atau minuman dan membuat ia mampu mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain
2. SENI
Family project di bidang seni memfokuskan bakat dan hobby Evelyne, anak saya, di bidang menggambar. Qodarullah, komunitas Ibu Profesional semarang sedang punya acara besar Family day Out Go Adventure with Supermoms dan berencana membuat kanvas berisi stempel jempol dari pohon ranting yang akan dikirim ke Bunda Septi, guru kami. Akhirnya, saya kebagian sampur selaku sie perlengkapan. Karena anak saya bisa menggambar, ya biar dia saja lah yang menggambar. Family project ini pun berhasil dengan penuh suka cita karena anak seperti ketemu dengan mainannya. Kecerdasan ayng dipelajari antara lain pengenalan barbagai macam teksture dan sifat pensil, mengenal sensasi menggambar di kanvas, meluapkan emosi dalam guratan pensil dengan style menggambar yang berbeda dari kebiasaan anak yang sukanya menggambar ala – ala komik manga. Saat ini dia sekarang sudah amat sangat jauh dari gadget karena sibuk menggambar dan membuat sketsa. Dulu biasanya menggambar hanya komik dan komik dengan berbagai karakter, sekarang sudah mulai merambah sketsa desain baju atau stelan pakaian. Baguslah nak, semakin berkembang, biar ke depan juga bisa jadi desainer. Oh ya, ada perkembangan baru lagi. Eve sekarang di gadgetnya berisi aplikasi edit foto dan draw. 15 aplikasi isinya berkaitan dengan menggambar.
Family project dan kecerdasan intelektual dapat diketahui dengan melihat apakah rasa ingin tahu anak thd sst semakin tinggi? Apakah kreativitas dan daya imajinasinya mjd semakin besar? Apakah muncul gairah belajar dan inovasi baru yg anak – anak dapatkan selama menjalankan famiy project? Bagaimana anak-anak menyikapi pengetahuan baru, pengalaman baru yang mereka dapatkan selama menjalankan FP? Dan Apakah anak-anak menemukan gairah utk selalu berkarya dan menemukan hal baru demi kehidupan mereka yang lebih baik. Bila banyak jawaban positif diperoleh dari family project yang dilakukan, maka family project tersebut sukses.
3. FINANSIAL
Usia Eve yang sudah di atas 10 tahun membuat saya harus membuat family project yang bisa meningkatkan kecerdasan dan kemandirian finansialnya. Ini penting sebagai bekal dia dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Family project yang kita lakukan bersama adalah berjualan sticker glow in the dark dan pop socket (asesoris hp). Mencatat jumlah barang yang dibawa ke kelas, mencatat modal, mencatat jumlah barang yang laku dan mencatat laba meningkatkan kecerdasan finansialnya. Perlunya ketelitian dan kesabaran dalam pembukuan membuat dia paham bahwa bisnis tidak sekedar jual dan memperoleh untung. Namun bisnis adalah bagaimana mengembangkan modal usaha agar bisa memberi kemanfaatan lebih. Membawa barang jualan ke sekolah, menawarkan dagangan ke teman sekolah dan teman latihan taekwondo, menawarkan dagangan via media sosial mengajarkan anak untuk berani menghadapi tantangan, seperti malu, gengsi, maupun hal yang mungkin akan menjatuhkan mentalnya.
Sukses? Iya dong, dari beberapa indikator antara lain: kemampuan Self control anak yang meningkat, bagaimana reaksinya terhadap kenyataan saat barang belum laku atau pembeli yang php, pembelajaran membangun konsisten dan komitmen terhadap kesepakatan bisnis antara saya dan dia, Inisiatif dan kemampuan menanggung resiko diejek atau dibully teman-temannya karena jualan berhasil ia kalahkan, dan dia santai saja, serta tetap berusaha dan mudah putus asa saat barang belum laku. Indikasi ini menunjukkan bahwa kecerdasan anak dalam menghadapi tantangan berhasil dicapai dengan family project yang kita lakukan
4. TAUHID
Sebagai insan ciptaan Allah, hamba Allah yang ditugaskan di bumi untuk mengabdi hanya padaNya anak seusia dia sedang dalam tahap banyak pertanyaan mengenai kenapa harus sholat, kenapa harus mengaji, kenapa ada surga dan neraka, kenapa diciptakan dan seterusnya. Namun family project yang kami lakukan adalah tentang LGBT dan diskusi seru tentang kiamat dan tanda akhir zaman. Kenapa? Fenomena LGBT sudah sangat meresahkan Indonesia dan dunia, yang merupakan salah satu tanda akhir zaman juga. Keadaan dunia juga semakin tampak kacau balau, muslim kian tertindas, negeri syam kian menggelegak, ini juga salah satu tanda kiamat kian dekat. Topic LGBT dipilih sebagai bahan diskusi family project karena kekinian dan sedang merebak serta meresahkan kami, para orang tua yang khawatir akan anak – anak yang sedang dalam masa pubertas. Selain itu, topic ini juga memiliki benang merah dengan tanda akhir zaman. Dan yang lebih penting lagi, anak yang menanyakan. Jadi tugas saya sebagai ibunya yang wajib menjelaskan sampai dia paham.
Apakah kegiatan ini bisa meningkatkan kecerdasan spiritualnya? Lihat saja bagaimana reaksinya? Dari indikator – indikator antara lain: anak makin mengenal ciptaan Allah dan menyayangi sesama (makin mengenal fitrahnya sebagai perempuan), makin melihat diri dan keluarga sebagai ciptaan yang unik (tidak apatis dan kurang pede lagi dengan dirinya), anak makin bersyukur (diciptakan sempurna, cantik, lahir di keluarga muslim dan menjadi muslim), makin ridho dan konsisten menjalankan ibadah (sholat tepat waktu, ngaji dan murojaah), makin tunduk dan taat pada kehendak pencipta (melihat tanda – tanda alam sebagai tanda kebesaranNya), makin bergairah menebar manfaat (ikhlas sedekah dan suka membantu temannya), berani mengaku salah dan belajar dari kesalahan (jujur), dan terlihat kemandiriannya (makin peka dengan pekerjaan di rumah)
Dari berbagai kegiatan family project yang telah kami, saya dan anak saya lakukan bersama, saya, sebagai seorang ibu, meyakini bahwa family project bisa meningkatkan kecerdasan dengan berbagai pelajaran hidup di dalamnya, antara lain: komunikasi, kerja sama, pengambilan keputusan, kemandirian, dan kebahagiaan atas kebersamaan keluarga. Dengan melakukan family project saya merasakan hubungan antara saya, suami dan anak semakin dekat sebagai tim. Tidak lagi sekedar ayah, ibu dan anak. Namun, lebih dari itu. Mendiskusikan banyak hal, memecahkan masalah bersama, pembagian tugas, mengambil keputusan bersama sekarang menjadi kegiatan yang selalu dilakukan untuk masalah atau hal apapun. Ke depan, kami sudah menyusun family project untuk melakukan kegiatan English Camp di Pare, Kediri. Melakukan kegiatan Amati, Tiru dan Modifikasi di sana untuk berusaha membangun komunitas yang sama di lingkungan tempat tinggal kami. Family project apalagi yang ingin dilakukan? Membuat bisnis keluarga di mana semua orang terlibat dan menjadi passive income kami. Insya Allah, one day.
Naaah, banyak kan manfaat dari family project. Mau lebih detail? Berikut ini beberapa manfaat family project dalam keluarga:
Bila kita sudah melakukan family project, lalu bagaimana cara mengembangkan family project kita ke level yang semakin besar dan kompleks? Family project akan semakin membesar dan berkembang tingkat kompleksitasnya bila dua hal ini dilakukan. Apa saja? Komunikasi dan konsistensi. Komunikasi di sini ada dua, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Seperti apa sih komunikasi internal dan eksternal itu? Komunikasi internal memerlukan dua hal penting, yaitu: media dan konten. Media apa yang kita gunakan dalam komunikasi? Yang paling tepat adalah family forum. Di sini keluarga perlu berbicara bersama untuk membicarakan sebuah proyek bersama. Lalu, apa kontennya? Konten dalam komunikasi harus hal – hal yang bersifat apresiasif, bukan hal – hal yang evaluatif atau menjudge. Mengapa tidak boleh? Family project dimaksudkan untuk melatih dan meningkatkan kecerdasan, bukan sekedar berhasil atau tidak, benar atau tidak. Jadi, proses lebih dipentingkan dibanding hasil. Karena anak juga memperoleh ilmu dari proses itu sendiri. Gunakan kalimat – kalimat yang membutuhkan banyak jawaban, seperti bagaimana pengalaman proyek kita? apakah ada kejadian menarik saat kita melakukan proyek? Enaknya proyek apa lagi ya yang akan kita lakukan bersama? Libatkan anggota keluarga semua dalam family forum, insya Allah efeknya akan lebih baik. Bagaimana dengan komunikasi eksternal? Apa yang harus kita lakukan? Komunikasi eksternal dapat dilakukan dengan kegiatan pengamatan saat anak sedang melakukan family project, libatkan diri saat anak melakukan family project dan tulislah kegiatan tersebut sebagai bahan audit dan evaluasi kita sebagai orang tua atas kegiatan family project tersebut.
Selain komunikasi, konsistensi dan keteguhan hati orang tua juga sangat dibutuhkan dalam membersamai anak untuk bersama – sama melakukan family project. Kenappa harus konsisten? Dengan konsistensi maka akan dicapai berbagai hal antara lain: nilai utama keluarga (visi misi), kebahagiaan keluarga (kedekatan dan kenyamanan), keunikan (setiap keluarga pasti memiliki target family project sesuai dengan rpeferensi keluarga tersebut), dan alasan mengapa keluarga harus selalu melakukan family project.
Sejalan dengan titah Yang Kuasa, bila kita mau perubahan, maka kita harus berubah. Bukan berubah ala – ala power rangers “Berubah” kemudian jreng – jreeeeng sudah berganti. Perubahan memang tidak bisa dilakukan serta merta, semua berproses, kita juga belajar dari perubahan yang kita lakukan itu, karena sejatinya hidup itu terus belajar, tanpa henti. Bila kita tak mau berubah, niscaya perubahan adalah sesuatu yang nisbi yang tak mungkin kita raih.
Sunday, January 28, 2018
CHANGE MAKER FAMILY : Membangun komunitas guru bahasa Inggris bagi anak – anak di mana pun dan kapan pun
KITA SEMUA BISA MENJADI GURU BAHASA INGGRIS BAGI ANAK - ANAK KITA
KETUA RUMBEL ENGLISH CLUB
Laa Yukallifullaahunafsan illaa wus’ahaa . Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al Baqoroh: 286). Ketika diminta untuk membuat pelatihan bahasa Inggris untuk rekan – rekan komunitas Ibu Profesional Semarang, saya langsung jawab: okaih, hayuk diagendakan. Namun, karena saya tidak punya banyak waktu untuk selalu stand by online, sehingga kita membuat kelas offline dulu. Hehe. Luar biasa kan? Biasanya on line dulu baru kopdar/offline, nah ini dibalik. Offline dulu baru online.
Perasaan pertama saat diminta ya ringan – ringan saja karena sudah biasa mengajar. Untuk materi saya ambil dari kurikulum SMP , conversation oriented dan bener – bener dari dasar. Saya pikir semua akan berjalan seperti biasa kalau saya ngajar. Namun, jreng – jreeeeng setelah praktik offline luar biasa. Ternyata banyak halangan, rintangan dan kejutan. Heuheu. Apa saja? Seperti:
1. Biasanya saya mengajar di dalam kelas yang otomatis fokus mahasiswa hanya ke saya,
nah ini saya mengajar di taman, Taman Gajah Mungkur Kota Semarang tepatnya, otomatis outdoor class, perhatian peserta didik, termasuk saya sendiri sering teralihkan oleh orang yang bersliweran, anak yang menangis di ayunan. Dan yang paling keren, di hari pertama kelas kita tamannya pas mau disiram oleh dinas pertamanan, jadi kita beberapa kali boyongan tiker....hahaha...what a beautiful memory. Penyelenggaraan outdoor class ini akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk meningkatkan class management skill saya. Nah tuh kan? Jadi, bukan saja ibu-ibu yang belajar. Saya juga nambah ilmu. Learning by doing .
2. Biasanya saya datang ke kelas, semua mahasiswa sudah ready duduk manis di kelas. Siap menerima materi. Naaah, di sini, di komunitas tercinta ini, special segalanya. Saya harus nunggu murid-murid datang...wkwkwkwkwk... jadwal jam 10-12. Jam 11 siswa belum ada yang datang. Terkadang ini membuat sesak di dada. Karena, saya merasa sudah jauh – jauh menuju tempat belajar, sudah meluangkan waktu di jadwal saya yang padat, namun muridnya telat dan sedikit yang datang. Hiks banget. Terkadang ini membuat saya sedih dan kecil hati juga, saya merasa gagal. Saya memiliki keyakinan bila kelas menyenangkan maka siswa akan banyak yang datang dan istiqomah. Namun, saya tetap membesarkan hati bahwa kelas yang saya handle special. Pesertanya ibu – ibu yang punya kesibukan luar biasa dan mereka mungkin niatnya mau berangkat on time namun banyak halangan karena kewajiban jemput anak sekolah, masak, dll. Hehe... jadi saya tetap berusaha positive thinking bahwa ketika para ibu yang sibuk banget dengan segala tetek-bengek rumah tangga namun masih mau meluangkan waktu untuk belajar bahasa Inggris, yang padahal mungkin bagi sebagian orang tidak penting, bagi saya sangat keren. Saya memiliki kelas spesial dengan siswa – siswa orang – orang hebat dan luar biasa.
3. Kelas saya sungguh special. Karena pesertanya ibu-ibu, jadi sering bawa anak- anak...wkwkwkwk... special karena saat mereka harus praktek speaking, mereka malah lari ngejar anaknya. Ada juga yang baru speaking, anaknya teriak-teriak “mamiiii, mamiiii” minta ditemenin ayunan...hahahahah...akhirnya gimana, ya kelas jadi molor, harusnya jam 10-12. Praktiknyajam 11-14 ...heheh.
4. Ibu – ibu dan cemilan. Kalau di kampus ada tulisan, di larang bawa makanan atau minuman di kelas. Ini kelas special, jadi setiap peserta membawa potluck, akhirnya kelas kita bukan sekedar English Club, tapi menjadi English Culinary Club. Sering juga ada ibu yang ultah kita pesen go food, atau pesen di gerobak – gerobak makanan yang dijual di taman. Speaking 1 kalimat, ngemilnya 10 macem...ahahahah. seruuuu banget. Akhirnya belajar dapet sedikit perut kenyang banget. Mudah”an ilmunya tetep masuk lah ya...Aamiin
Itulah sebagian tantangan kelas bahasa Inggris yang saya ampu di rumah belajar English Club komunitas Ibu Profesional Semarang. Setelah curhat sedikit tentang rumbel English Club yang sudah berjalan selama +- 2 bulan ini, saya mau curhat juga tentang kondisi perbahasa inggrisan di Indonesia secara umum. Sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, dari tingkat PAUD sampai jenjang perguruan tinggi, pembelajaran bahasa Inggris tampak tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Peserta didik di Indonesia sudah belajar bahasa inggris dari usia balita hingga kuliah, minimal mereka sudah belajar bahasa Inggris selama 12 tahun. Namun, hasilnya sepertinya tidak begitu memuaskan. Indikatornya apa? Di kemampuan speaking. Kenapa di speaking, karena kita dianggap menguasai bahasa dengan baik bila bisa menggunakannya secara aktif baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Pada kenyataannya, banyak orang Indonesia mampu memahami bahasa Inggris dalam reading, listening maupun grammar. Tetapi kemampuan speakingnya sangat rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya praktek dan minimnya lingkungan berbahasa Inggris. Mereka kebanyakan paham apa yang diucapkan orang, namun tidak mampu membalas dengan baik dalam percakapan. Mampu memahami bacaan, namun saat harus menulis dalam bahasa Inggris tidak mampu menulis dengan baik. Kenapa? Karena kurangnya latihan. Karena tidak terbiasa, karena takut salah, karena malu, dan seterusnya. Bahasa tidak digunakan? Ya, akhirnya hilang. Inilah masalah utama dalam pembelajaran bahasa Inggris yang mayoritas terjadi di sebagian besar masyarakat Indonesia.
Qodarullaah, saya lulusan bahasa Inggris. Lulus dari jurusan sastra inggris dan diamanahi Allah pekerjaan mengajar bahasa Inggris. Keyakinan saya adalah kesuksesan seorang pengajar adalah saat yang diajarinya bisa lebih sukses darinya dan ilmu yang dia ajarkan bermanfaat bagi kehidupannya. Selama ini saya merasa bahwa saya sudah menjalankan amanah bakat dan kemampuan yang Allah anugerahkan pada saya ini dengan benar. Sudah on the track. Namun, seiring waktu saya merasa ada yang tidak beres. Saat saya mengajar dan dapat gaji saya merasa ini sudah bukan menjalankan amanah murni namun juga ada hidden target, entah disadari atau tidak. Saya ingin mengajar murni untuk sharing ilmu seutuhnya, menebar manfaat dan kebaikan. Gaji atau bayaran adalah bonus. Niat ini kadang terkotori oleh bayangan berapa uang yang akan saya dapat, dan sekarang saya membencinya. Saya merasa ketergantungan saya pada Allah jadi berkurang karena sudah membayangkan apa yang akan saya dapat. Jadi mulai dari sekarang saya fokus ke mengajar dan menebar manfaat. Baik itu dibayar atau tidak. Kalau dapat bayaran saya anggap hal itu sebagai bonus dari Allah. Hobby yang berbayar. Insya Allah. Jadi, tracknya sekarang pahala oriented, bukan money oriented.
Hal lain yang menjadi pemikiran saya adalah, sering sekali saya diminta untuk mengajar anak – anak untuk les privat. Baiklah, kalau untuk persiapan UN SMP atau SMA atau mungkin persiapan test TOEFL, IELTS saya masih bisa iya kan, selama ada jadwal yang luang. Namun, bila saya diminta mengajar anak TK atau SD untuk pengenalan bahasa Inggris sehari – hari. Saya merasa, it’s not right. English is not only about grammar. English is a language. Language is about habit. Language is practice. Jadi, saya selalu berusaha meyakinkan para orang tua yang meminta saya untuk les privat bahwa mereka sudah mendapat pengetahuan bahasa Inggris saat mereka sekolah. Sehingga, mereka bisa menjadi guru bahasa inggris di rumah. Ajarkan anak – anak hal yang lebih mereka butuhkan. Ajari mereka number, color, things at home, dan seterusnya dalam percakapan sehari – hari. Jadi, ibu berbicara dengan bahasa Indonesia serta memberitahu istilah bahasa inggrisnya. Jangan hanya stel you tube atau video kemudian anak menonton sendiri. Nanti hasilnya sama saja, anak hanya melihat tanpa bisa praktek. Libatkan anggota keluarga untuk mempraktekkan bahasa yang sudah mereka pelajari. Buatlah lingkungan berbahasa inggris sendiri, mulai dari diri sendiri, mulai dari rumah, mulai dari sekarang.
Oleh karenanya, insya Allah, untuk ke depan, rumbel English Club diorientasikan untuk membentuk, mencetak para ibu – ibu yang sekaligus juga berprofesi menjadi guru bahasa inggris di rumah mereka masing – masing, hingga bisa menjadi guru bahasa inggris di lingkungan tempat tinggal mereka. Ilmunya sudah ada, hanya tinggal menggugah ilmu yang sudah sekian lama dormant tersebut. Dan akhirnya, sebagai ketua rumbel English Club, saya hanya berfungsi sebagai fasilitator, atau bisa disebut juga motivator atau mungkin konsultan saat para ibu menemukan kesulitan.
Lalu, apa yang harus saya lakukan dalam hari – hari terakhir januari 2018 ini? Membuat program kerja dan kurikulum rumbel English Club agar mencapai tujuan yang ingin dicapai. Doakan agar Allah kuatkan dan lancarkan segalanya yaa...
Bismillaahi tawakkaltu ‘Alallaah laa haula wa laa quwwata illaa billahil ‘aliyyul ‘adziim.
#NHW10
#IIPKelasKoordinator
#IbuProfesionalSemarang
#InstitutIbuProfesional
KETUA RUMBEL ENGLISH CLUB
Laa Yukallifullaahunafsan illaa wus’ahaa . Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al Baqoroh: 286). Ketika diminta untuk membuat pelatihan bahasa Inggris untuk rekan – rekan komunitas Ibu Profesional Semarang, saya langsung jawab: okaih, hayuk diagendakan. Namun, karena saya tidak punya banyak waktu untuk selalu stand by online, sehingga kita membuat kelas offline dulu. Hehe. Luar biasa kan? Biasanya on line dulu baru kopdar/offline, nah ini dibalik. Offline dulu baru online.
Perasaan pertama saat diminta ya ringan – ringan saja karena sudah biasa mengajar. Untuk materi saya ambil dari kurikulum SMP , conversation oriented dan bener – bener dari dasar. Saya pikir semua akan berjalan seperti biasa kalau saya ngajar. Namun, jreng – jreeeeng setelah praktik offline luar biasa. Ternyata banyak halangan, rintangan dan kejutan. Heuheu. Apa saja? Seperti:
1. Biasanya saya mengajar di dalam kelas yang otomatis fokus mahasiswa hanya ke saya,
nah ini saya mengajar di taman, Taman Gajah Mungkur Kota Semarang tepatnya, otomatis outdoor class, perhatian peserta didik, termasuk saya sendiri sering teralihkan oleh orang yang bersliweran, anak yang menangis di ayunan. Dan yang paling keren, di hari pertama kelas kita tamannya pas mau disiram oleh dinas pertamanan, jadi kita beberapa kali boyongan tiker....hahaha...what a beautiful memory. Penyelenggaraan outdoor class ini akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk meningkatkan class management skill saya. Nah tuh kan? Jadi, bukan saja ibu-ibu yang belajar. Saya juga nambah ilmu. Learning by doing .
2. Biasanya saya datang ke kelas, semua mahasiswa sudah ready duduk manis di kelas. Siap menerima materi. Naaah, di sini, di komunitas tercinta ini, special segalanya. Saya harus nunggu murid-murid datang...wkwkwkwkwk... jadwal jam 10-12. Jam 11 siswa belum ada yang datang. Terkadang ini membuat sesak di dada. Karena, saya merasa sudah jauh – jauh menuju tempat belajar, sudah meluangkan waktu di jadwal saya yang padat, namun muridnya telat dan sedikit yang datang. Hiks banget. Terkadang ini membuat saya sedih dan kecil hati juga, saya merasa gagal. Saya memiliki keyakinan bila kelas menyenangkan maka siswa akan banyak yang datang dan istiqomah. Namun, saya tetap membesarkan hati bahwa kelas yang saya handle special. Pesertanya ibu – ibu yang punya kesibukan luar biasa dan mereka mungkin niatnya mau berangkat on time namun banyak halangan karena kewajiban jemput anak sekolah, masak, dll. Hehe... jadi saya tetap berusaha positive thinking bahwa ketika para ibu yang sibuk banget dengan segala tetek-bengek rumah tangga namun masih mau meluangkan waktu untuk belajar bahasa Inggris, yang padahal mungkin bagi sebagian orang tidak penting, bagi saya sangat keren. Saya memiliki kelas spesial dengan siswa – siswa orang – orang hebat dan luar biasa.
3. Kelas saya sungguh special. Karena pesertanya ibu-ibu, jadi sering bawa anak- anak...wkwkwkwk... special karena saat mereka harus praktek speaking, mereka malah lari ngejar anaknya. Ada juga yang baru speaking, anaknya teriak-teriak “mamiiii, mamiiii” minta ditemenin ayunan...hahahahah...akhirnya gimana, ya kelas jadi molor, harusnya jam 10-12. Praktiknyajam 11-14 ...heheh.
4. Ibu – ibu dan cemilan. Kalau di kampus ada tulisan, di larang bawa makanan atau minuman di kelas. Ini kelas special, jadi setiap peserta membawa potluck, akhirnya kelas kita bukan sekedar English Club, tapi menjadi English Culinary Club. Sering juga ada ibu yang ultah kita pesen go food, atau pesen di gerobak – gerobak makanan yang dijual di taman. Speaking 1 kalimat, ngemilnya 10 macem...ahahahah. seruuuu banget. Akhirnya belajar dapet sedikit perut kenyang banget. Mudah”an ilmunya tetep masuk lah ya...Aamiin
Itulah sebagian tantangan kelas bahasa Inggris yang saya ampu di rumah belajar English Club komunitas Ibu Profesional Semarang. Setelah curhat sedikit tentang rumbel English Club yang sudah berjalan selama +- 2 bulan ini, saya mau curhat juga tentang kondisi perbahasa inggrisan di Indonesia secara umum. Sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, dari tingkat PAUD sampai jenjang perguruan tinggi, pembelajaran bahasa Inggris tampak tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Peserta didik di Indonesia sudah belajar bahasa inggris dari usia balita hingga kuliah, minimal mereka sudah belajar bahasa Inggris selama 12 tahun. Namun, hasilnya sepertinya tidak begitu memuaskan. Indikatornya apa? Di kemampuan speaking. Kenapa di speaking, karena kita dianggap menguasai bahasa dengan baik bila bisa menggunakannya secara aktif baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Pada kenyataannya, banyak orang Indonesia mampu memahami bahasa Inggris dalam reading, listening maupun grammar. Tetapi kemampuan speakingnya sangat rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya praktek dan minimnya lingkungan berbahasa Inggris. Mereka kebanyakan paham apa yang diucapkan orang, namun tidak mampu membalas dengan baik dalam percakapan. Mampu memahami bacaan, namun saat harus menulis dalam bahasa Inggris tidak mampu menulis dengan baik. Kenapa? Karena kurangnya latihan. Karena tidak terbiasa, karena takut salah, karena malu, dan seterusnya. Bahasa tidak digunakan? Ya, akhirnya hilang. Inilah masalah utama dalam pembelajaran bahasa Inggris yang mayoritas terjadi di sebagian besar masyarakat Indonesia.
Qodarullaah, saya lulusan bahasa Inggris. Lulus dari jurusan sastra inggris dan diamanahi Allah pekerjaan mengajar bahasa Inggris. Keyakinan saya adalah kesuksesan seorang pengajar adalah saat yang diajarinya bisa lebih sukses darinya dan ilmu yang dia ajarkan bermanfaat bagi kehidupannya. Selama ini saya merasa bahwa saya sudah menjalankan amanah bakat dan kemampuan yang Allah anugerahkan pada saya ini dengan benar. Sudah on the track. Namun, seiring waktu saya merasa ada yang tidak beres. Saat saya mengajar dan dapat gaji saya merasa ini sudah bukan menjalankan amanah murni namun juga ada hidden target, entah disadari atau tidak. Saya ingin mengajar murni untuk sharing ilmu seutuhnya, menebar manfaat dan kebaikan. Gaji atau bayaran adalah bonus. Niat ini kadang terkotori oleh bayangan berapa uang yang akan saya dapat, dan sekarang saya membencinya. Saya merasa ketergantungan saya pada Allah jadi berkurang karena sudah membayangkan apa yang akan saya dapat. Jadi mulai dari sekarang saya fokus ke mengajar dan menebar manfaat. Baik itu dibayar atau tidak. Kalau dapat bayaran saya anggap hal itu sebagai bonus dari Allah. Hobby yang berbayar. Insya Allah. Jadi, tracknya sekarang pahala oriented, bukan money oriented.
Hal lain yang menjadi pemikiran saya adalah, sering sekali saya diminta untuk mengajar anak – anak untuk les privat. Baiklah, kalau untuk persiapan UN SMP atau SMA atau mungkin persiapan test TOEFL, IELTS saya masih bisa iya kan, selama ada jadwal yang luang. Namun, bila saya diminta mengajar anak TK atau SD untuk pengenalan bahasa Inggris sehari – hari. Saya merasa, it’s not right. English is not only about grammar. English is a language. Language is about habit. Language is practice. Jadi, saya selalu berusaha meyakinkan para orang tua yang meminta saya untuk les privat bahwa mereka sudah mendapat pengetahuan bahasa Inggris saat mereka sekolah. Sehingga, mereka bisa menjadi guru bahasa inggris di rumah. Ajarkan anak – anak hal yang lebih mereka butuhkan. Ajari mereka number, color, things at home, dan seterusnya dalam percakapan sehari – hari. Jadi, ibu berbicara dengan bahasa Indonesia serta memberitahu istilah bahasa inggrisnya. Jangan hanya stel you tube atau video kemudian anak menonton sendiri. Nanti hasilnya sama saja, anak hanya melihat tanpa bisa praktek. Libatkan anggota keluarga untuk mempraktekkan bahasa yang sudah mereka pelajari. Buatlah lingkungan berbahasa inggris sendiri, mulai dari diri sendiri, mulai dari rumah, mulai dari sekarang.
Oleh karenanya, insya Allah, untuk ke depan, rumbel English Club diorientasikan untuk membentuk, mencetak para ibu – ibu yang sekaligus juga berprofesi menjadi guru bahasa inggris di rumah mereka masing – masing, hingga bisa menjadi guru bahasa inggris di lingkungan tempat tinggal mereka. Ilmunya sudah ada, hanya tinggal menggugah ilmu yang sudah sekian lama dormant tersebut. Dan akhirnya, sebagai ketua rumbel English Club, saya hanya berfungsi sebagai fasilitator, atau bisa disebut juga motivator atau mungkin konsultan saat para ibu menemukan kesulitan.
Lalu, apa yang harus saya lakukan dalam hari – hari terakhir januari 2018 ini? Membuat program kerja dan kurikulum rumbel English Club agar mencapai tujuan yang ingin dicapai. Doakan agar Allah kuatkan dan lancarkan segalanya yaa...
Bismillaahi tawakkaltu ‘Alallaah laa haula wa laa quwwata illaa billahil ‘aliyyul ‘adziim.
#NHW10
#IIPKelasKoordinator
#IbuProfesionalSemarang
#InstitutIbuProfesional
Subscribe to:
Posts (Atom)